Pemilihan bahasa 📢 X


Pengalaman profesional saja tidak lagi cukup: 70 persen orang Jerman kewalahan dalam pekerjaan - pekerjaan dan karier dalam bahaya?

Diterbitkan pada: 31 Oktober 2024 / Diperbarui dari: 31 Oktober 2024 - Penulis: Konrad Wolfenstein

Pekerjaan dan karier dalam bahaya? Pengalaman profesional saja tidak lagi cukup: 70 persen orang Jerman kewalahan dalam pekerjaannya

Pekerjaan dan karier dalam bahaya? Pengalaman profesional saja tidak lagi cukup: 70 persen orang Jerman kewalahan dalam pekerjaan - Gambar: Xpert.Digital

Pergolakan besar: Perubahan dunia kerja membuat pekerja di Jerman kewalahan

Saat ini, dunia kerja bergerak dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Teknologi baru, khususnya kecerdasan buatan (AI) dan kerja jarak jauh, merevolusi cara kita bekerja. Transformasi ini tidak hanya membawa banyak keuntungan, namun juga menghadirkan tantangan baru bagi karyawan. Menurut survei terbaru, sekitar 70 persen pekerja di Jerman merasa kewalahan dengan perubahan cepat di dunia kerja. Generasi muda khususnya, seperti Gen Z dan Milenial, takut kehilangan kontak dengan karier mereka.

Dinamika perubahan: sebab dan akibat

Penyebab utama perasaan kewalahan adalah cepatnya perubahan dunia kerja. Meskipun teknologi baru biasanya diperkenalkan secara bertahap, inovasi saat ini memerlukan adaptasi yang cepat. Dinamika yang cepat ini berarti bahwa model dan persyaratan karier tradisional sedang diuji. Dalam banyak kasus, pengalaman profesional saja tidak lagi cukup untuk menjadi sukses. Survei menunjukkan bahwa 48 persen dari mereka yang disurvei menyadari hal ini: Mereka menyadari bahwa pengalaman profesional saja tidak lagi cukup untuk maju dalam dunia kerja modern.

Tantangan kerja jarak jauh: Sebuah cara baru untuk bekerja sama

Pekerjaan jarak jauh telah menjadi bagian integral dari dunia kerja, namun bukannya tanpa tantangan. Satu dari tiga karyawan mengatakan bahwa bekerja dari rumah menimbulkan kesulitan. Komunikasi dan kolaborasi khususnya terkena dampak dari jarak spasial. Seperempat responden melaporkan bahwa lingkungan kerja hybrid mempersulit komunikasi secara efisien. Rapat yang biasanya dilakukan di kantor kini beralih ke ruang virtual, yang tidak hanya membawa tantangan teknis namun juga sosial. Kepercayaan, semangat tim, dan pertukaran spontan lebih sulit dipertahankan.

Terutama ketika menyangkut tugas-tugas kreatif atau pemecahan masalah, sering kali terjadi kurangnya pertukaran langsung yang memungkinkan munculnya ide dan solusi lebih cepat. Untuk menciptakan keseimbangan di sini, banyak perusahaan mengandalkan alat digital, namun tidak semua karyawan merasa percaya diri menggunakan alat tersebut.

Kecerdasan buatan: peluang dan ketidakpastian pada saat bersamaan

Topik sentral lainnya adalah integrasi kecerdasan buatan ke dalam pekerjaan sehari-hari. Meskipun AI membuat banyak proses menjadi lebih efisien dan mengotomatiskan tugas yang berulang, AI menciptakan ketidakpastian bagi banyak karyawan. 30 persen dari mereka yang disurvei ingin menggunakan AI dalam pekerjaan mereka, namun merasa ragu untuk menggunakan teknologi baru ini. Ketidakpastian ini seringkali disebabkan oleh kurangnya pengetahuan tentang cara kerja AI dan kemampuannya.

AI menawarkan banyak keuntungan: AI dapat mengotomatiskan tugas-tugas rutin dan memberi karyawan lebih banyak waktu untuk tugas-tugas kreatif dan strategis. Pada saat yang sama, hal ini memungkinkan analisis data yang lebih baik dan membantu perusahaan mengambil keputusan yang tepat. Meski demikian, pedoman dan kursus pelatihan yang jelas diperlukan agar karyawan dapat memanfaatkan potensi AI tanpa merasa kewalahan. Di sini, perusahaan wajib memberikan pelatihan dan pendidikan lanjutan yang diperlukan kepada karyawannya.

Nilai pelatihan lebih lanjut di dunia kerja digital

Untuk mengatasi tantangan transformasi digital, pembelajaran berkelanjutan sangatlah penting. Sepertiga karyawan menekankan pentingnya pelatihan lebih lanjut. Perubahan persyaratan memerlukan keterampilan baru yang tidak selalu tercakup dalam pelatihan sebelumnya. Ini bukan hanya tentang keterampilan teknis, tetapi juga tentang apa yang disebut “soft skill” seperti kemampuan beradaptasi, keterampilan komunikasi yang kuat, dan tanggung jawab pribadi.

Banyak karyawan yang menyadari pentingnya pelatihan dan berinvestasi pada keterampilan mereka untuk bertahan di era digital. Lebih dari 58 persen menggunakan pelatihan eksternal untuk memperluas pengetahuan mereka. Pengusaha harus mendukung hal ini dengan mempromosikan budaya belajar yang memberikan karyawan waktu dan sumber daya untuk pelatihan lebih lanjut. Dengan cara ini, mereka menciptakan situasi yang saling menguntungkan: Karyawan berkembang lebih jauh dan membawa pengetahuan baru ke dalam perusahaan, yang juga menguntungkan pemberi kerja.

Peran pengusaha: Menciptakan budaya belajar

Mengingat cepatnya perubahan, pengusaha harus berperan aktif dalam mendukung peningkatan keterampilan karyawannya. Namun saat ini 28 persen karyawan tidak mempunyai waktu untuk mengikuti pelatihan lebih lanjut. Hal ini mengkhawatirkan karena tanpa keterampilan yang memadai, pekerja akan kesulitan mengikuti perkembangan. Untuk mengatasi hal ini, pengusaha diminta untuk membangun dan mempromosikan budaya belajar berkelanjutan.

Menciptakan budaya belajar berarti tidak hanya menawarkan pelatihan sesekali, namun secara sistematis menciptakan peluang untuk belajar. Hal ini mencakup lokakarya rutin, akses ke kursus online, dan program mentor yang mendorong transfer pengetahuan di dalam perusahaan. Karyawan yang terus-menerus didukung akan merasa dihargai dan lebih terlibat, yang juga berdampak pada produktivitas dan kepuasan mereka.

Generasi dalam Transisi: Perspektif Berbeda

Meskipun generasi muda seperti Gen Z dan Milenial merasa sangat dipengaruhi oleh pesatnya perkembangan dunia kerja, pekerja yang lebih tua memandang perubahan ini dengan cara yang berbeda. Hampir separuh generasi muda takut ketinggalan karier jika mereka tidak beradaptasi dengan cukup cepat. Sebaliknya, generasi yang lebih tua tampil lebih santai. Hanya sepertiga dari mereka yang berusia 45 hingga 54 tahun dan seperempat dari mereka yang berusia di atas 55 tahun merasakan kekhawatiran ini.

Perbedaan ini sebagian dapat dijelaskan oleh fakta bahwa pekerja yang lebih tua sudah memiliki karier yang mapan dan menghadapi lebih sedikit ketidakpastian. Sebaliknya, karyawan muda sering kali berada di awal karir profesional mereka dan harus membuktikan diri dalam lingkungan yang berubah secara drastis. Tantangan bagi perusahaan adalah untuk melayani kedua kelompok tersebut dan menawarkan kesempatan pelatihan serta dukungan yang disesuaikan dengan kebutuhan spesifik mereka.

Fleksibilitas sebagai kunci kelangsungan hidup di masa depan

Ciri utama dunia kerja modern adalah fleksibilitas. Tidak hanya lokasi kerja, jam kerja dan modelnya juga semakin fleksibel. Namun, fleksibilitas ini memerlukan pengorganisasian mandiri dan tanggung jawab pribadi tingkat tinggi dari karyawan. Meskipun keterampilan ini dikembangkan dengan baik bagi sebagian orang, sebagian lainnya merasa sulit untuk beradaptasi dengan kondisi baru ini.

Keseimbangan antara kebebasan dan tanggung jawab harus dirancang secara individual dan khusus bagi perusahaan. Di sini penting untuk membuat aturan dan struktur yang jelas yang memenuhi kebutuhan karyawan dan tujuan perusahaan. Fleksibilitas hanya dapat berhasil jika perusahaan dan karyawan mempunyai keterampilan yang diperlukan untuk menggunakan kebebasan ini secara produktif.

Masa depan pekerjaan: Tindakan yang menyeimbangkan antara teknologi dan kemanusiaan

Mengintegrasikan teknologi dan menjadikan model kerja lebih fleksibel merupakan langkah penting dalam memenuhi kebutuhan dunia kerja modern. Meski demikian, masyarakat tidak boleh kehilangan fokus. Terlalu banyak perubahan dalam waktu singkat dapat menyebabkan stres dan kewalahan, seperti yang ditunjukkan oleh hasil survei. Pengusaha diharuskan untuk mencapai keseimbangan dan memastikan bahwa teknologi seperti AI tidak menyebabkan kerja berlebihan pada karyawan, namun berfungsi sebagai alat untuk mendukung dan meningkatkan efisiensi.

Bersama-sama menuju masa depan

Dunia kerja di masa depan penuh dengan tantangan dan peluang. Pengusaha dan karyawan harus bekerja sama untuk membuat perubahan berhasil. Komunikasi terbuka, pelatihan berkelanjutan, dan budaya kerja yang fleksibel sangat penting untuk memenuhi tuntutan dunia kerja modern. Dengan secara aktif mendukung karyawannya, perusahaan tidak hanya menciptakan lingkungan kerja yang positif, namun juga landasan bagi kesuksesan jangka panjang. Hanya dengan bersama-sama tindakan penyeimbangan antara kemajuan teknologi dan budaya kerja manusia dapat berhasil – demi dunia kerja yang berkelanjutan dan memperkaya semua orang yang terlibat.

Versi singkat & detail: Pengalaman profesional saja tidak lagi cukup: 70 persen orang Jerman kewalahan dalam pekerjaannya

Sebuah studi baru yang dilakukan oleh LinkedIn menunjukkan bahwa 70 persen karyawan Jerman merasa kewalahan dengan perubahan cepat dalam dunia kerja. Perubahan cepat ini terutama ditandai dengan perkembangan teknologi seperti kecerdasan buatan (AI), otomatisasi, dan peningkatan model kerja jarak jauh dan hybrid. Generasi muda seperti Generasi Z dan Milenial, yang takut tertinggal dalam karier, adalah kelompok yang paling terkena dampaknya.

Alasan utama tuntutan berlebihan

1. Pekerjaan jarak jauh dan kantor rumah

Sekitar 30 persen dari mereka yang disurvei menganggap bekerja dari rumah merupakan tantangan tersendiri. Banyak yang melaporkan kesulitan dengan produktivitas dan komunikasi yang efisien dalam tim. Model kerja hibrid menyebabkan 25 persen pekerja merasa keterampilan komunikasi mereka menurun, sehingga membuat kolaborasi menjadi lebih sulit.

2. Kecerdasan Buatan (AI)

Sekitar 26 persen dari mereka yang disurvei merasa tidak aman ketika berhadapan dengan teknologi AI. Meskipun banyak pekerja yang menganggap AI berguna dalam pekerjaan mereka, mereka sering kali tidak memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk menggunakan teknologi ini secara efektif. Hal ini menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan pelatihan lebih lanjut.

3. Takut kehilangan koneksi profesional

Hampir separuh generasi Milenial (49 persen) dan 46 persen Generasi Z takut tertinggal akibat perubahan teknologi yang begitu cepat. Sebaliknya, generasi tua tidak terlalu khawatir: hanya 34 persen dari mereka yang berusia 45 hingga 54 tahun dan 23 persen dari mereka yang berusia di atas 55 tahun memiliki ketakutan yang sama.

Solusi

Banyak karyawan menyadari bahwa pengalaman profesional saja tidak lagi cukup untuk sukses di dunia kerja modern. Sekitar 33 persen menekankan perlunya pelatihan berkelanjutan untuk memenuhi persyaratan. Pengusaha juga diwajibkan untuk meningkatkan budaya belajar berkelanjutan dan memberikan waktu kepada karyawannya untuk pelatihan lebih lanjut. Hal ini penting agar perusahaan dan karyawan tetap kompetitif dalam jangka panjang.

Studi ini menunjukkan bahwa tantangan perubahan digital – terutama pekerjaan jarak jauh dan AI – membebani banyak pekerja di Jerman. Peningkatan fokus pada pelatihan lebih lanjut dan kemampuan beradaptasi diperlukan agar berhasil menguasai perubahan ini.

Lebih lanjut tentang itu di sini:


⭐️ Tekan - Xpert kerja tekan | Saran dan penawaran ⭐️ Kecerdasan buatan (AI) - Blog AI, hotspot, dan pusat konten ⭐️ Pusat digital untuk kewirausahaan dan start-up - informasi, tip, dukungan & saran ⭐️ Blog Penjualan/Pemasaran  

Jerman