Ketika bencana nuklir terjadi di Fukushima/Jepang pada 11 Maret 2011, kengerian di Korea Selatan, yang berjarak 1000 km, sangat besar – Pada 15 November 2017, pengeboran panas bumi di tenggara negara itu memicu gempa bumi dahsyat; empat reaktor nuklir terpengaruh hanya beberapa kilometer dari pusat gempa.
Korea Selatan memiliki luas wilayah sepertiga lebih kecil daripada Jerman, dan kesadaran akan keberlanjutan dan lingkungan masih terus berkembang. Meskipun pasar fotovoltaik (PV) baru mulai berkembang pada tahun 2005, Fukushima menjadi titik balik yang sesungguhnya.
Fukushima sebagai titik balik
Ketika bencana nuklir terjadi di Fukushima, Jepang, pada 11 Maret 2011, guncangannya sangat besar di Korea Selatan, yang berjarak 1.000 km. Dan gempa bumi dahsyat pada 15 November 2017, yang dipicu oleh pengeboran panas bumi di tenggara negara itu, tempat empat pembangkit listrik tenaga nuklir berada hanya beberapa kilometer dari pusat gempa, terus menimbulkan dampak hingga hari ini.
“Di Korea Selatan, tenaga nuklir telah didukung oleh pemerintah selama lebih dari 40 tahun, terutama karena kita kekurangan sumber daya alam.” Dengan pernyataan ini, Daum Jang dari Greenpeace dengan tepat menggambarkan dilema Korea Selatan. Ia selanjutnya menyebutkan dalam sebuah wawancara bahwa ia kesal dengan bagaimana surat kabar yang pro-industri menggunakan transisi energi Jerman sebagai contoh negatif, menekankan biaya kebijakan iklim Jerman tetapi bukan manfaatnya. Namun, sejak Fukushima, situasinya telah berubah, dan Presiden Moon Jae-in telah menegaskan kembali rencananya untuk penghapusan bertahap tenaga nuklir. Ia menghadapi oposisi yang kuat, tetapi sentimen publik di Korea Selatan tidak memberinya pilihan lain.
Korea Selatan menetapkan target baru sebesar 35% energi terbarukan pada tahun 2040
Perlindungan lingkungan dan penanggulangan perubahan iklim telah memainkan peran penting dalam pemerintahan Korea Selatan di bawah Moon Jae-in sejak tahun 2017. Dengan motto "Energi Terbarukan 3020," pangsa energi terbarukan dalam pembangkitan listrik akan ditingkatkan dari angka yang saat ini hanya 8% menjadi 20% pada tahun 2030. Sebagai imbalannya, setidaknya 10 pembangkit listrik tenaga batu bara direncanakan akan ditutup. Dengan demikian, Moon bertujuan untuk mengurangi emisi CO2 sebesar 37% pada tahun 2030.
Cocok untuk:
Masalah tenaga nuklir
Saat ini, 25 reaktor nuklir mencakup 21% kebutuhan energi Korea Selatan. Lebih jauh lagi, satu dari tiga pembangkit listrik tenaga nuklir baru di seluruh dunia dibangun oleh perusahaan Korea Selatan. Lobi nuklir di Korea Selatan sangat kuat, dan transisi energi belum tentu aman. Saat ini belum ada sikap yang jelas mengenai tenaga nuklir. Presiden Moon pernah berjanji untuk menghapus tenaga nuklir secara bertahap, tetapi kemudian menarik kembali janjinya. Namun, menurut jajak pendapat, 61% warga Korea Selatan mendukung penghapusan energi nuklir secara bertahap, sementara 10% lainnya belum memutuskan.
Potensi energi surya dan angin
Menurut rencana pemerintah, energi surya dan angin berpotensi berkembang hingga mencapai 235 GW pada tahun 2040, dengan memanfaatkan lahan pertanian dan atap rumah yang tidak terpakai. Pada akhir tahun 2018, menurut statistik dari Badan Energi Terbarukan Internasional, kapasitas fotovoltaik terpasang di Korea sekitar 7,86 GW, dengan penambahan 2 GW hanya pada tahun 2018.
Pada akhir tahun 2006, total kapasitas PV berada di bawah 25 MW, pada akhir tahun 2011 mencapai sekitar 779 MW, dan pada akhir tahun 2013 lebih dari 1,5 GW.
Pada tahun 2014, sistem fotovoltaik telah terpasang sebanyak 2.556 MW. Jumlah ini mewakili 26,8% dari energi terbarukan.
Pada tahun 2015, pangsa sistem PV mencapai 3.690 MW. Secara keseluruhan, pangsa energi terbarukan meningkat sebesar 10.197 MW selama periode yang sama.
Menurut “Rencana Aksi Energi Terbarukan 3020”, pemerintah bertujuan untuk menetapkan kapasitas energi terbarukan sebesar 63,8 GW pada tahun 2030, dengan energi fotovoltaik menyumbang 36,5 GW dari jumlah tersebut.
Pada tahun 2035, 14,1% dari seluruh energi terbarukan yang dihasilkan harus berasal dari energi surya.
Pemerintah juga bermaksud untuk memperluas pemasangan sistem fotovoltaik, khususnya di apartemen dan bangunan di perkotaan. Oleh karena itu, pemerintah terutama mempromosikan pemasangan sistem fotovoltaik di rumah keluarga tunggal dan rumah bertingkat. Pasar untuk sistem fotovoltaik juga akan diperluas di sektor pertanian. Menemukan lahan yang sesuai untuk sistem ini, yang sebagian besar terletak di daerah pedesaan, merupakan prioritas utama.
Konsumsi energi saat ini di Korea Selatan
Konsumsi energi Korea Selatan saat ini adalah 507,6 miliar kWh. Angka ini diimbangi oleh kapasitas sebesar 526 miliar kWh (104%). Korea Selatan sepenuhnya swasembada energi.
Konsumsi per kapita adalah 9.816,45 kWh, dibandingkan dengan 5.511,05 kWh di Eropa.
Sumber energi tersebut terdiri dari hal-hal berikut:
- Bahan bakar fosil – 69% (Jerman: 41,0%)
- Energi nuklir – 21% (Jerman: 5,0%)
- Pembangkit listrik tenaga air – 2% (Jerman: 2,0%)
- Energi terbarukan – 8% (Jerman: 52,0%)
Langkah-langkah periklanan
Berbagai langkah juga sedang diterapkan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang energi terbarukan. Misalnya, sebagai bagian dari proyek ini, peta surya Seoul telah diintegrasikan ke dalam sebuah situs web: http://solarmap.seoul.go.kr/index.do
Teknologi Jerman di Korea Selatan
Untuk mencapai target tahun 2040, pemerintah mengandalkan dukungan dari para ahli internasional.
Sebagai contoh, VSB Group, yang berkantor pusat di Dresden, mendirikan anak perusahaan Korea bernama “VSB Renewable Energy Korea Ltd.”. Untuk memasuki pasar, mereka mengamankan proyek pembangkit listrik tenaga angin berkapasitas 35 MW.
Menara FKI di Seoul
Menara FKI adalah salah satu contoh bagaimana energi terbarukan semakin banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Menara FKI, yang juga dikenal dengan nama lengkapnya, Gedung Kantor Pusat Federasi Industri Korea, adalah gedung pencakar langit yang terletak di Pulau Yeouido di Seoul. Gedung ini dirancang oleh firma arsitektur Amerika Adrian Smith + Gordon Gill Architecture. Konstruksi dimulai pada tahun 2010 dan selesai pada tahun 2014. Dengan ketinggian 245 meter, gedung ini merupakan salah satu gedung tertinggi di Korea Selatan dan gedung tertinggi kelima di Seoul. Gedung ini dianugerahi penghargaan "Gedung Terbaik Tahun 2015" oleh American-architects.com.
Konstruksi bangunan harus sesuai dengan persyaratan kota bahwa semua bangunan komersial besar baru harus menghasilkan setidaknya 5% energinya di lokasi. Selain itu, arsitekturnya harus selaras dengan lingkungan sekitarnya. Tim desain mengembangkan strategi yang memenuhi kedua persyaratan tersebut dengan sistem dinding eksternal yang menggabungkan efisiensi energi dan teknologi pembangkitan energi, sekaligus mengurangi jumlah energi yang dikonsumsi bangunan untuk kebutuhan pemanasan dan pendinginannya.
Cocok untuk:
► Hubungi saya atau berdiskusi dengan saya di LinkedIn
Yang terpenting di masa depan adalah bagaimana kita mengamankan infrastruktur industri-industri utama kita!
Tiga bidang yang sangat penting di sini:
- Kecerdasan Digital (Transformasi Digital, Akses Internet, Industri 4.0 dan Internet of Things)
- Catu daya otonom (netralitas CO2, keamanan perencanaan, keselamatan lingkungan)
- Intralogistik/logistik (otomatisasi penuh, mobilitas barang dan orang)
Xpert.Digital mengantarkan Anda ke sini dari seri Smart AUDA
- Otonomi pasokan energi
- urbanisasi
- Transformasi digital
- Otomatisasi proses
selalu informasi baru yang diupdate secara berkala.

